Thursday, November 1, 2018

Awal Permusuhan Xtc Dan Brigez

30 Oktober 2007 Keluar malam di Kota Bandung bisa jadi sangat menyeramkan pada tahun tersebut. Sudut-sudut Kota Bandung penuh dengan corat-coret nama geng motor, seolah menjadi tanda bahwa itu ialah wilayah kekuasaannya.
Selain gemar kebut-kebutan secara berkomplot, geng motor kala itu identik dengan kriminalitas. Sejak akhir 2006 hingga pertengahan 2007 saja, terjadi rentetan aksi brutal yang menjatuhkan korban.
Oknum geng motor bisa saja tetiba menyerang orang tidak dikenal yang sedang duduk-duduk atau nongkrong di pinggir jalan. Mereka juga melakukan aksi begal, seperti memepet motor korban yang sedang berjalan lalu mengambil apa pun barang milik korban. Mulai dari topi, helm, dompet, hingga HP. Malah di antaranya sambil melarikan motor korban. Tidak hanya itu, para geng motor ini pun melukai korban.
Ironisnya saat diperiksa polisi para pelaku memakai atribut atau menunjukkan identitas keanggotaan geng motor. Misalnya geng Exalt to Coitus (XTC), Brigez, Moonraker, dan GBR.
Oktober 2007, Harian Umum Pikiran Rakyat mencatat dua geng yang namanya masih mencuat ialah Brigez dan XTC. “Perang” geng antarkeduanya kerap terjadi. Terkadang meminta korban luka hingga korban jiwa. Begitu pula saat tewasnya Sandy Kurnia alias Tile saat terjadi ”perang” geng motor Brigez dan XTC di Jalan Saturnus Raya, Bandung, Sabtu, 11 Agustus 2007. Tile tewas dengan luka parah bagian kepala akibat tebasan samurai.
Wartawan PR, Satrya Graha, saat itu menelusuri akar permusuhan kedua geng besar tersebut. Dalam tulisan yang terbit di halaman muka PR, hari ini 10 tahun lalu, Satrya mengungkapkan mencari tahu penyebab “perang” antargeng motor, gampang-gampang susah. Ada beberapa versi pemicu awal “perang” antargeng.
Dari salah satu sumber, perang XTC dan Brigez dipicu pertengkaran antara Erdin (Ketua GBR saat itu) dengan Abuy (XTC), sekitar tahun 1989 atau 1990 di Dago.
Usai perkelahian, Abuy membawa kabur motor Yamaha RX King milik Erdin. ”Dulu, perkelahian memang antarpribadi, satu lawan satu,” ucap D’Cenk, pentolan XTC tahun 1980-an yang kini menjadi pengajar.
Keduanya lalu didamaikan anak-anak XTC lainnya. Motor milik Erdin dikembalikan, tetapi tanpa lampu depan. Saat diminta, Abuy tidak mau mengembalikannya. ”Dari sana terpatri di benak anak-anak GBR bahwa XTC musuh GBR,” tutur D’Cenk yang tidak mau ditulis nama aslinya.
Pada pertengahan tahun yang sama, suatu malam, anak-anak XTC bertemu dengan GBR di Jalan Supratman Bandung. Versi D’Cenk, GBR sepertinya telah menyiapkan peralatan “perang” di antaranya batu, samurai, kapak, balok dan lain-lain. ”Kita tidak siap apa-apa. Paling hanya double stick dan rantai,” katanya.
Geng XTC mengejar GBR dan berhenti di sekitar Gasibu. ”Mereka pura-pura kabur dan sengaja dibawa ke Gasibu. Di sana, anggota mereka yang lainnya sudah siap. Kami kelabakan karena kalah jumlah. Teman kami Arif, tertinggal. Saat kami balik lagi ke tempat itu, dia sekarat. Sebelum meninggal, dia berpesan agar kematiannya dibalas. Itulah asal muasalnya,” kata D’Cenk.
Perseteruan GBR vs XTC kian melebar dan meminta banyak korban. Suasana kian keruh ketika geng-geng itu melibatkan atau meminta bantuan geng lainnya seperti Brigez atau Moonraker. Akhirnya, semua geng saling bermusuhan dan kerap terlibat tawuran hingga 2007.

Kriminal yang terorganisir

Aksi-aksi geng motor yang meresahkan membuat masyarakat memandang miring keberadaan mereka. Geng motor yang tak segan menganiaya korban untuk merampok dan mencuri, menjadi musuh bersama masyarakat.
Salah satu yang pernah “mencicipi” aksi kriminal geng motor ialah seorang penulis lepas di harian “PR”, Agus Rakasiwi. Dadanya ditusuk senjata tajam anggota geng motor yang hendak merampas dompet miliknya.
Mantan Komandan Perang Brigez Diki Si Raja Jin mengatakan, anggotanya kerap membawa senjata api untuk menakut-nakuti korban. Meskipun saat ‘perang’ mereka memakai senjata seperti balok kayu, batu, rantai, samurai, atau stik bisbol.
“Dan perlu saya garis bawahi, semua itu dilakukan untuk keperluan perang geng. Bukan tindak kriminal seperti sekarang yang korbannya masyarakat,” ucap dia saat itu.
Dari waktu ke waktu, keberingasan geng motor memang mengarah ke tindak kriminal murni.
Hal itu juga diamini oleh D’Cenk. Salah satu tindak kejahatan yang pernah dilakukan XTC di zaman kepemimpinan Irvan Boneng tahun 1995, yaitu merampok toko emas di Tasikmalaya.
“Makanya, tahun 1991 saya menyatakan keluar dari XTC. Semua atribut yang berbau XTC mulai dari jaket, kaus, dan bendera, saya bakar. Sejak itu, saya tidak mau lagi berurusan dengan geng motor. Langkah saya itu diikuti sejumlah dedengkot XTC lainnya,” ucapnya.
Ia melihat, oknum anggota geng motor tidak lebih dari anak-anak yang kurang perhatian dari orang tua mereka. ”Mereka itu ingin cari perhatian dan dipuji-puji rekan satu gengnya karena di rumah tidak mendapat kasih sayang orang tua. Saya yakin, mereka itu orang-orang pengecut karena berani bertarung kalau banyakan. Tidak man to manseperti dulu,” ucapnya.

Transformasi geng motor

Satu dekade berselang, geng motor mampu memulihkan citra. Brigez, GBR, Moonraker, maupun XTC kini bertransformasi menjadi organisasi kepemudaan yang aktif berkegiatan bersama ormas atau LSM.
Meskipun masih ada aksi kriminal dari para oknum dengan atribut geng-geng tersebut. Masih ada pembegalan oleh orang yang membawa panji XTC, maupun Moonraker. Tidak hanya di Kota Bandung namun di daerah lain di Jawa Barat.
Namun, sebagian anggota lainnya menyibukkan diri di masjid. Mereka rutin ikut kajian Islam dan mengampanyekan kebaikan. Lahirlah gerakan-gerakan seperti Moonraker Syariah, Brigez Berzikir, XTC Berhijrah, dan kegiatan positif lainnya.***

sumber : PikiranRakyat.com

No comments:

Post a Comment

Sejarah awal permusuhan xtc dan brigez

30 Oktober 2007 Keluar malam di Kota Bandung bisa jadi sangat menyeramkan pada tahun tersebut. Sudut-sudut Kota Bandung penuh dengan cora...